Janji Zero Blankspot Sulbar, Antara Quick Wins dan Realita Keterbatasan Infrastruktur
Pasangkayu, TOKATA.id - Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) melalui Dinas Kominfo, Informatika, Statistik, dan Persandian (Kominfo SP) menggelar Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) penanganan blankspot dan sinyal internet lemah di Kabupaten Pasangkayu. Kegiatan ini merupakan bagian dari Quick Wins 100 hari kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Sulbar, Suhardi Duka dan Salim S. Mengga (SDK-JSM), yang menargetkan pemerataan akses internet di seluruh wilayah Sulbar.
Kepala Dinas Kominfo SP Sulbar, Mustari Mula, menegaskan program ini didanai melalui refokusing anggaran berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025.
"Ini adalah bukti nyata komitmen Pemprov Sulbar untuk menjawab kebutuhan mendesak masyarakat," tegas Mustari.
Namun, pertanyaan kritis muncul, Apakah alokasi anggaran dan skema pemasangan infrastruktur sudah tepat sasaran? Sebab, meski disebut sebagai Quick Wins, tantangan geografis dan distribusi perangkat masih menjadi kendala serius.
Muhammad Ridwan Djafar, Kepala Bidang Aplikasi Informatika Kominfo SP Sulbar, mengakui keterbatasan perangkat.
"Hanya tersedia 1 modem utama dan 3 tambahan per lokasi. Padahal, banyak dusun masih kesulitan sinyal," ujarnya.
Ia menyarankan pembuatan wifi corner di kantor desa agar lebih banyak warga yang terakses. Namun, apakah solusi ini cukup? Beberapa pertanyaan mendesak:
Bagaimana mekanisme seleksi titik prioritas? Apakah benar-benar berbasis kebutuhan atau sekadar mudah dijangkau?
Adakah jaminan keberlanjutan? Pasang modem saja tidak cukup jika tidak didukung pemeliharaan dan perluasan jaringan.
Bagaimana dengan desa terpencil? Jika hanya mengandalkan wifi corner, apakah tidak justru memperlebar kesenjangan digital?
Rakortek ini dihadiri berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pejabat daerah, camat, kepala desa, hingga Bhabinkamtibmas. Namun, akankah koordinasi ini berlanjut menjadi aksi konkret?
Program Zero Blankspot Sulbar patut diapresiasi, tetapi perlu pengawasan ketat agar tidak sekadar jadi proyek simbolis. Masyarakat menunggu bukti, bukan sekadar rapat dan wacana. (*/Rigo Pramana)