Pembangunan Kampung Nelayan Babana Diwarnai Prosedur Tak Transparan dan Sumber Material Tanpa Izin
Mamuju Tengah, TOKATA.id — Proyek pembangunan kampung nelayan di Desa Babana, Kecamatan Budong Budong, Mamuju Tengah, mengundang sorotan tajam lantaran rentetan prosedur yang tidak jelas, mulai pengadaan lahan hingga sumber material penimbunan yang diduga tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Seorang sumber kami di Desa Babana, yang meminta namanya dirahasiakan, mengungkapkan keraguan atas prosedur pemanfaatan lahan aset desa yang terkesan gelap, termasuk metode tukar guling lahan yang tidak transparan.
"Jadi kami mempertanyakan kepada penanggungjawab program, soal lahan yang mereka manfaatkan, mengingat lahan rencana kampung nelayan tersebut adalah asset Desa Babana, apakah pemanfaatan itu dilakukan sesuai prosedur alih fungsi lahan asset desa," ujar sumber tersebut tegas.
Lebih lanjut, sumber ini menyoroti asal material penimbunan lahan, yang dikerjakan langsung oleh Kepala Desa Babana, namun diduga berasal dari pengerukan gunung tanpa izin lingkungan dan Amdal.
"Tentu ini juga beresiko, karena Kades mengambil langsung kegiatan penimpunan ini, dan dilakukan tanpa prosedur, seperti lokasi sumber material yang dikeruk, apakah memiliki izin lingkungan atau tidak," tambahnya.
Proyek ini juga menimbulkan kekecewaan warga karena perubahan tujuan yang tak disosialisasikan ulang. Pihak desa awalnya menyampaikan bahwa pembangunan akan fokus pada rumah nelayan, namun yang terealisasi adalah kampung nelayan dengan fasilitas seperti pabrik es dan pendingin ikan.
"Tapi yang turun justru kampung nelayan, yang hanya menyiapkan fasilitas nelayan, seperti pabrik es balok, pendinginan ikan, bukan rumah nelayan seperti digemborkan dari awal, sehingga masyarakat justru kecewa, karena tidak pemberitahuan atau sosialisasi Kembali atas program tersebut, termasuk pagu anggaran di papan proyek ditutup," ujarnya menutup.
Ketika dikonfirmasi, Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Mamuju Tengah, I Made Kardiana, menjelaskan proyek kampung nelayan Merah Putih menggunakan dana APBN dan lelangnya dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kabupaten hanya mengusulkan lokasi berdasarkan aspirasi desa dan koperasi setempat.
"Jadi lelangnya melalui Kemeterian Kelautan dan Perikanan (KKP), Posisi kabupaten hanya mengusulkan lokasi dimana lokasi di usulkan oleh Desa dan koperasi Desa Merah Putih Desa Babana selaku penerima program," jelas Kardiana.
Ia juga memastikan tidak ada perpindahan aset desa, karena pengelolaan akan dilakukan oleh Koperasi Merah Putih, sedangkan aset tetap milik desa dan akan bertambah dengan bangunan baru dari KKP.
"Jadi aset Desa itu tidak berpindah tangan tapi tetap menjadi aset Desa, Bahkan nanti aset itu akan bertambah dengan adanya bangunan diatas nya yang di serahkan oleh KKP ke Desa," terang Kardiana.
Mengenai dugaan penutupan pagu anggaran, konsultan proyek menyatakan bahwa anggaran masih satu kesatuan dan akan dipecah sesuai kebutuhan setelahnya.
"Jadi pagunya belum dipecah, nanti akan dibuat yang sesuai di Babana, menurut penjelasan konsultan pada kami," ungkapnya.
Namun Kardiana enggan menanggapi kelayakan sumber material yang dipakai, menyerahkan sepenuhnya kepada konsultan dan kepala desa.
"Itu ranah konsultan dan Kades," pungkasnya.
Kepala Desa Babana, Arifuddin Adhin, membantah adanya penambangan ilegal. Ia menjelaskan lokasi pengambilan material merupakan tempat umum dan izin penambangan telah dimiliki.
"Dan alat yang kami gunakan pun, mengantongi izin penambangan, dan saya juga tidak mengambil alih penimbunan, ada prosedur penawaran" jelas Arifuddin.
Terkait kekhawatiran masyarakat soal perubahan program, Arifuddin mempertanyakan pihak mana yang kecewa, menegaskan bahwa sebelum menerima program, desa sudah melakukan tiga kali rapat bersama masyarakat dan perangkat desa dengan berita acara yang jelas.
"Dan sudah di paparkan apa-apa saja yang akan di Bangun dan Masyarakat menerima tanpa ada paksaan terkait Bangunan Rumah Nelayan Kami memang tidak pernah bahas bahwa akan di Bangun bersamaan" pungkas Arifuddin. (Rigo Pramana)
