Sosial Media
Home Budong Budong Desa Babana Hukum Kejati Lapor Mamuju Tengah Ombusdman Pungli

Dugaan Pungli Administrasi Desa Babana Terkuak, Kepala Desa Bungkam soal Perdes

8 min read

 


"Di balik tirai pemerintahan desa Babana, Kecamatan Budong Budong, bergulir dugaan pungutan liar yang meresahkan warga. Klaim pungutan 5% dalam penerbitan akta jual beli lahan yang tidak berbasis hukum menguak konflik sengit antara warga dan aparat desa. Investigasi kami menemukan jejak laporan yang telah menembus meja Ombudsman RI hingga Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat, mengancam citra tata kelola publik di pusat pemerintahan lokal ini."

Mamuju Tengah, TOKATA.id – Dugaan praktik pungutan liar menjalar dalam layanan administrasi berbayar di kantor Desa Babana, Kecamatan Budong Budong, mengundang kecemasan warga dan mengusik integritas aparatur desa.

Seorang warga Desa Babana melaporkan dugaan pungutan 5% atas penerbitan akta jual beli lahan kepada platform pengaduan online lapor.go.id. Laporan itu mengemukakan bahwa pungutan tersebut berlangsung tanpa payung hukum yang sah, baik dari Peraturan Desa (Perdes) maupun Peraturan Kepala Desa (Perkades).

Laporan anonim itu mengarahkan penanganan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat, namun dalam penelusuran lebih lanjut, laporan tersebut telah terdeposisi ke Ombudsman RI perwakilan Sulawesi Barat. Inti aduan menyoroti dugaan pungutan 5% dari nilai transaksi penjualan lahan yang dianggap ilegal di Desa Babana.

Ketika dikonfirmasi, Kepala BPD Babana, Jamaluddin, mengaku belum menerima laporan resmi dari warga terkait hal ini. 

"Kami akan menanyakan langsung keberadaan pungutan ini ke Kepala Desa Babana. Namun, sejauh yang saya tahu, tidak ada aturan resmi, baik Perdes maupun Perkades, yang mengatur pungutan tersebut," ujarnya.

Sumber resmi di desa menguak fakta lama. Pada tahun 2018, terdapat pengumuman resmi di kantor desa yang menampilkan pungutan sebesar 10% untuk proses penerbitan akta jual beli. Pengumuman ini dipasang oleh kepala desa terdahulu. Namun, karena tak berlandaskan aturan hukum yang jelas, template itu dicopot dan dilepas pada Februari 2018.

Namun, ketika ditanya apakah pungutan ilegal itu dilanjutkan oleh kepemimpinan kepala desa saat ini, sumber tersebut memilih diam.

Saat dikonfirmasi langsung, Kepala Desa Babana, Arifuddin Adhyn, bantah keras keberadaan pungutan liar selama masa jabatannya. Ia mengaku hanya melanjutkan kebijakan sebelumnya namun sudah mengurangi persentasenya dari 10% menjadi 5%. Menurutnya, pungutan tersebut berdasarkan Perdes yang telah ada sebelum dia menjabat.

"Ini bukan pungli, tapi kebijakan yang diteruskan dan sudah lebih kecil dari sebelumnya," kata Arifuddin.

Namun, saat diminta nomor dan isi Perdes yang menjadi dasar pungutan itu, Arifuddin tidak memberikan respons hingga berita ini tayang. (Rigo Pramana)

Komentar
Additional JS