Sosial Media
Home Gubernur Sulbar Mamuju Pertumbuhan Ekonomi Pujian Sulbar UNHAS

Prof. Basri Hasanuddin Puji Pertumbuhan Sulbar 5,83%, Fondasi Ekonomi Rakyat Mulai Kokoh di Bawah Suhardi Duka

2 min read

 


Mamuju, TOKATA.id – Seperti akar beringin yang merambat kuat di tanah kering Mandar, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat (Sulbar) sebesar 5,83 persen di triwulan III 2025 menjadi bukti nyata bahwa fondasi ekonomi rakyat di provinsi ini mulai menguat di bawah kepemimpinan Gubernur Suhardi Duka dan Wakil Gubernur Salim S. Mengga. Penilaian tegas itu disampaikan Prof. Basri Hasanuddin, tokoh pencetus berdirinya Sulbar, mantan Rektor Universitas Hasanuddin, dan eks Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, yang melihat capaian ini sebagai hasil kebijakan berpihak pada sektor riil dan masyarakat kecil.

Data rilis Badan Pusat Statistik (BPS) menempatkan Sulbar di urutan kelima nasional untuk pertumbuhan ekonomi tertinggi, kalah tipis dari Maluku Utara (32,09 persen), Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, dan Bali—sebuah pencapaian impresif bagi provinsi yang baru berusia seperempat abad, di mana sektor pertanian dan perkebunan menyumbang dorongan utama hingga 5,84 persen. Prof. Basri, yang kerap dikenal sebagai arsitek visi Sulbar, memuji ini sebagai langkah positif. "Saya sangat bahagia. Sulbar dalam waktu singkat meraih prestasi di atas 5 persen. Dengan sentuhan kebijakan yang lebih tepat sasaran, pertumbuhan 6 hingga 7 persen sangat mungkin, bahkan mendesak, untuk dicapai," tegasnya saat ditemui usai menghadiri pelantikan Sekretaris Daerah Provinsi Sulbar di Mamuju, Senin (10/11/2025).

Kritik konstruktifnya tak kalah tajam: kekuatan Sulbar terletak pada potensi alam sebagai "wilayah 5D"—laut dalam yang melimpah ikan, pesisir pantai subur untuk perikanan, dataran luas bagi pertanian padi dan jagung, perbukitan ideal untuk kakao serta sawit, hingga dataran tinggi yang potensial untuk ekowisata dan peternakan. Namun, ia menekankan, optimalisasi sumber daya maritim dan daratan ini tak boleh asal tempur. "Harus ada kebijakan fokus dan tepat sasaran. Jangan biarkan potensi ini terabaikan oleh program yang amburadul," jelasnya, mengingatkan risiko ketergantungan pada komoditas volatil seperti harga sawit global yang fluktuatif.

Lebih lanjut, Prof. Basri menyoroti jebakan pembangunan yang tersebar: "Tidak mungkin membangun semuanya sekaligus. Lebih baik sedikit tapi selesai tuntas, daripada banyak tapi dangkal, seperti air yang menggenang tanpa mengalir." Ia menilai efektivitas program pemerintah harus diukur dari skala prioritas jelas, terutama di tengah keterbatasan anggaran daerah yang masih bergantung pada transfer pusat. Pandangannya kritis terhadap keseimbangan: pertumbuhan angka tak boleh mengorbankan kesejahteraan riil. "Kebijakan ekonomi harus memastikan manfaat dirasakan pelaku usaha kecil—petani di dataran Polewali Mandar, nelayan di pesisir Pasangkayu, dan UMKM di pasar tradisional Mamuju. Tanpa itu, prestasi BPS hanyalah angka kosong."

Optimisme Prof. Basri tetap membara, yakin sinergi pemerintah daerah-masyarakat di era Suhardi Duka dan Salim S. Mengga bisa mempertahankan tren ini. "Jaga konsistensi kebijakan, pastikan pembangunan berpihak pada ekonomi rakyat, maka Sulbar akan semakin kokoh, seperti kapal sandeq yang menaklukkan ombak Laut Sulawesi." Capaian 5,83 persen ini, meski patut dirayakan, menjadi panggilan mendesak untuk aksi lebih tegas: dari fondasi kuat menuju pertumbuhan inklusif yang tak meninggalkan siapa pun di belakang. (*/Rigo Pramana)

Komentar
Additional JS