Gubernur Sulbar: Pajak Daerah Harus Adil, Jangan Hanya Bebankan PBB
"Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka, menegaskan urgensi menciptakan keadilan fiskal yang tidak hanya berpihak pada masyarakat individu, tapi juga memperhatikan kelestarian dan kesejahteraan daerah, dalam forum Indonesia Business Forum (IBF) yang disiarkan TVOne, Rabu malam (26/11). Ia menolak fokus sepihak pada penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tanpa adanya regulasi pengganti serta ruang inovasi fiskal yang jelas dari pemerintah pusat."
Jakarta, TOKATA.id – Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka, tampil sebagai narasumber dalam program Indonesia Business Forum (IBF) yang disiarkan langsung oleh TVOne pada Rabu malam (26/11). Diskusi yang mengangkat tema “Stop Pajaki PBB Hunian dan Sembako” ini dipandu oleh Celia Alexandra. Selain Gubernur Sulbar, hadir pula narasumber penting seperti Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Putra Hutama, Ketua Bidang Fatwa MUI Prof. Asrorun Niam Sholeh, dan Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin.
Dalam forum tersebut, Suhardi Duka sepakat dengan Prof. Asrorun Niam Sholeh tentang pentingnya keadilan dalam sistem perpajakan. Namun, Suhardi menegaskan bahwa keadilan harus meliputi individu maupun daerah. Ia menyoroti kerusakan lingkungan akibat eksploitasi tambang yang tidak memberikan manfaat signifikan bagi daerah terdampak.
“Daerah saya dieksploitasi sumber dayanya, lingkungan dirusak, tapi apa yang kembali kepada daerah? Ini harus menjadi perhatian negara dan juga MUI,” tegas Suhardi.
Gubernur Sulbar itu juga mengingatkan bahwa selain PBB, ada banyak jenis pajak lain yang harus diperhatikan, sehingga fokus hanya pada PBB tidak cukup. Di tengah pengetatan kebijakan fiskal dari pemerintah pusat, daerah sangat membutuhkan sumber pendanaan. Namun inovasi dalam menggali pendapatan daerah terkendala regulasi pusat.
“Jika PBB dihapus, harus ada pengganti dari pemerintah pusat. Kalau ruang inovasi diberikan bagi daerah, penghapusan PBB bisa jadi solusi. Saya melihat potensi besar di daerah, tapi tanpa regulasi dan kewenangan dari pusat, itu sulit dieksekusi,” jelasnya.
Suhardi menekankan pentingnya keadilan fiskal yang menyeluruh, baik bagi warga miskin dan kaya maupun antara pemerintah pusat dan daerah. “Kalau sepakat, mari kita bangun keadilan pajak bagi masyarakat dan keadilan pendapatan antara pusat dan daerah,” ajaknya.
Sementara itu, Ekonom Paramadina, Wijayanto Samirin, mengungkapkan rendahnya kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang hanya 15-20 persen dari total pendapatan negara. Ia menyoroti pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) yang sudah dirasakan dampaknya, bahkan memaksa beberapa daerah menaikkan PBB hingga ribuan persen.
“Tahun ini dipangkas 10 persen, dan tahun depan dipangkas lagi 25 persen. Daerah kesulitan membiayai kebutuhan rutin, bahkan terancam merumahkan honorer,” paparnya.
Ia mendukung pandangan Gubernur Sulbar bahwa keadilan pajak dan pendapatan harus menjadi agenda bersama antara pusat dan daerah. Menurut Wijayanto, peran MUI sangat positif dalam mendorong masyarakat untuk meningkatkan kepatuhan pajak lewat kesadaran beragama.
“Jika fatwa MUI bisa mendorong kesadaran pajak, compliance yang rendah bisa diperbaiki. Pemerintah bukan hanya dituntut, tapi juga didukung oleh fatwa tersebut,” tutupnya. (*/Rigo Pramana)
