Rakornas Kemenko Polhukam Soroti Penguatan Demokrasi Nasional
Lombok, TOKATA.id - Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polhukam) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bertema “Memperkokoh Demokrasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045” di salah satu hotel di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Acara ini dihadiri pejabat pusat dan daerah, antara lain Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Dr. Drs. Bahtia, M.Si, serta perwakilan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.
Plt. Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Sulawesi Barat, Sunusi, didampingi Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Sulbar Hj. Nur Milu, menegaskan komitmen Sulawesi Barat di bawah Gubernur Suhardi Duka dan Wakilnya Salim S. Mengga dalam mendukung agenda nasional penguatan demokrasi. Kehadiran mereka menunjukkan peran aktif Sulbar dalam menjaga konsolidasi demokrasi di tingkat lokal dan nasional.
Sunusi memaparkan bahwa Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Sulawesi Barat tahun ini naik menjadi 74,56, meski masih dalam kategori sedang. Kenaikan ini kontras dengan 21 provinsi lainnya yang mengalami penurunan IDI. “Kemajuan tersebut hasil kerja sama pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat dalam membangun politik, sosial, dan ekonomi Sulawesi Barat. Harapan kami kualitas demokrasi Sulbar bisa semakin kuat, inklusif, dan tahan banting mendukung visi Indonesia Emas 2045,” ujar Sunusi.
Rakornas dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur NTB, Hj. Indah Dhamayanti, yang menekankan pentingnya sinergi antar pemangku kepentingan untuk menjaga demokrasi yang berkualitas dan memperkuat kelembagaan pemerintahan guna menghadapi tantangan global.
Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, Mayjen TNI Dr. Heri Wiranto, MM, M.Tr(Han), menyampaikan pesan Presiden Republik Indonesia agar demokrasi Indonesia menghindari kekerasan, adu domba, dan hasutan. “Demokrasi kita harus sejuk dan damai,” ujarnya dalam keynote speech.
Perencana Ahli Madya Kementerian PPN/Bappenas, Maharani, SE, MBA, menegaskan lima agenda utama demokrasi substansial menuju Indonesia Emas 2045: penguatan masyarakat sipil, kesetaraan akses politik dan ekonomi, tata kelola komunikasi publik terintegrasi, perbaikan sistem pemilu dan partai politik, serta penguatan lembaga demokrasi. “Demokrasi ke depan harus lebih dari prosedural, harus substansial dan berintegritas,” tegas Maharani.
Dr. Drs. Bahtia, M.Si, Dirjen Politik dan Pemerintahan Kemendagri, menekankan bahwa IDI merupakan indikator utama dalam RPJPN dan RPJMN serta tolok ukur keberhasilan gubernur dalam pembangunan politik demokratis daerah.
Namun, sejumlah tantangan serius masih mengancam, seperti keterbatasan kebebasan sipil dan media, polarisasi politik identitas, lemahnya integritas pemilu, dan demokrasi yang mengalami kemunduran (democratic backsliding). Faktor globalisasi dan digitalisasi membawa peluang sekaligus risiko misinformasi dan tantangan keamanan baru, serta ketidaksetaraan sosial-ekonomi di daerah terpencil dan kelompok minoritas yang berpotensi mengancam stabilitas politik.
“Seluruh pemangku kepentingan harus bersinergi menjaga kualitas pemilu, memperkuat kelembagaan demokrasi, dan memastikan kebebasan sipil serta keadilan sosial terjamin. Demokrasi Indonesia harus diperkuat secara substansial agar mampu menjawab tantangan zaman,” tegas Bahtia.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, memaparkan dinamika Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2024. Di tingkat pusat, IDI turun 1,27 poin dari 83,14 (2023) menjadi 81,87 tahun ini, meski masih dalam kategori tinggi. Aspek kebebasan turun dari 74,32 menjadi 72,66, kesetaraan turun dari 90,12 menjadi 86,44, sedangkan kapasitas lembaga demokrasi naik dari 83,48 menjadi 85,47.
Di tingkat provinsi, IDI justru naik signifikan 1,29 poin dari 77,21 menjadi 78,50, mendekati kategori tinggi. Semua aspek mengalami perbaikan, dari kebebasan, kesetaraan, hingga kapasitas lembaga demokrasi.
Secara nasional, IDI 2024 naik 0,30 poin menjadi 79,81, masih dalam kategori sedang dan belum memenuhi target RKP 2024 sebesar 82,48. Penurunan terjadi pada kebebasan dan kesetaraan, sementara kapasitas lembaga demokrasi membaik.
“Atas capaian ini, penguatan demokrasi di daerah memberi kontribusi positif bagi demokrasi nasional, meski tantangan di pusat harus menjadi perhatian khusus,” kata Ateng Hartono. (*/Rigo Pramana)