Di Balik Kenaikan Kunjungan Posyandu, Ancaman Stunting Masih Membayangi Sulbar
Mamuju, TOKATA.id - Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) meluncurkan Gerakan Cinta Posyandu sebagai strategi membangun Sumber Daya Manusia (SDM) unggul dan berkarakter. Gerakan ini diresmikan Wakil Gubernur Sulbar, Salim S. Mengga, dalam sebuah kick off yang digelar secara hybrid dari Ruang Oval Kantor Gubernur, Selasa (9/9/2025).
Gerakan ini merupakan implementasi dari Surat Edaran Gubernur Sulbar Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penguatan Posyandu. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Sulbar, Yakuf F. Solon, menegaskan bahwa gerakan ini crucial untuk penanganan stunting yang lebih terarah dan kolaboratif.
“Data Pastipadu menunjukkan, pada Agustus 2025 kehadiran masyarakat di Posyandu mencapai 68,2% atau 73.853 balita dari target 108.322. Ini meningkat signifikan dari Juli yang hanya 54,59%,” jelas Yakuf.
Namun, di balik kenaikan itu tersimpan persoalan serius. Sebanyak 34.469 balita masih belum tercakup oleh layanan Posyandu. Lebih memprihatinkan, dari yang hadir, tercatat 20.384 balita (27,6%) mengalami stunting dan tersebar di enam kabupaten.
Wakil Gubernur Salim S. Mengga mengakui adanya peningkatan partisipasi namun menyoroti tingginya angka stunting sebagai pekerjaan rumah bersama.
“Memang ada peningkatan dari 54,59% ke 68,2%. Tetapi dalam angka itu masih ada kurang lebih 27,6% balita yang stunting. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama,” tegasnya.
Salim mengidentifikasi tantangan utama adalah meningkatkan kunjungan ke Posyandu di daerah pelosok dengan medan sulit. Ia menekankan perlunya konsistensi dan kerja sama semua pihak untuk mengatasi hambatan di lapangan.
“Menghadirkan masyarakat di Posyandu bukan hal mudah, tetapi harus dilakukan demi masa depan anak-anak kita,” tambahnya.
Melalui forum ini, Wagub berharap tercipta diskusi produktif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Tujuannya agar Gerakan Cinta Posyandu dapat terukur, efektif, dan berdampak nyata pada penurunan angka stunting serta pengentasan kemiskinan ekstrem di Sulbar. (*/Rigo Pramana)