Hadapi Proteksionisme AS, Sulbar Genjot Pasar Lokal dan Hilirisasi Perikanan
Mamuju, TOKATA.id – Kebijakan Amerika Serikat (AS) yang menetapkan tarif impor hingga 32% terhadap produk perikanan global, termasuk dari Indonesia, dinilai tidak perlu dikhawatirkan berlebihan. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulawesi Barat (Sulbar), Suyuti Marsuki, menyebut langkah tersebut sebagai bagian dari dinamika politik dagang global yang kerap digunakan AS untuk melindungi industri domestiknya.
"Catatan saya saat berada di Kamar Dagang AS di Washington DC pada 2014 menunjukkan, AS rutin menolak puluhan komoditas perikanan tiap bulan dengan alasan teknis seperti below size atau under quality. Ini bukan hal baru, melainkan permainan standar perdagangan internasional yang kerap jadi alat politik," ujar Suyuti, Rabu (09/07).
Menurutnya, Indonesia tidak bergantung sepenuhnya pada pasar AS. Pasar Uni Eropa, Tiongkok, Jepang, dan terutama pasar dalam negeri memiliki potensi besar menyerap produk perikanan nasional, seperti udang vaname dan ikan nila.
"Fokus kita harus beralih dari ketergantungan ekspor ke penguatan distribusi domestik dan antarwilayah. Pasar lokal dan regional bahkan kerap kewalahan memenuhi permintaan," tegasnya.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan, konsumsi ikan nasional pada 2023 mencapai 57,61 kg per kapita per tahun, dengan target 62,05 kg per kapita pada 2024. Suyuti optimistis, program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat mendorong penyerapan produk perikanan dalam negeri.
"Jika satu orang makan ikan 90 kg per tahun, atau sekitar 7 kg per bulan, dari ikan bau piapi, penja, hingga olahan lainnya, ini peluang besar untuk ketahanan pangan,"
Pemerintah Provinsi Sulbar di bawah kepemimpinan Gubernur Suhardi Duka dan Wakil Gubernur Salim S. Mengga telah membuktikan kapasitasnya dalam mendistribusikan produk perikanan antardaerah. Misalnya, permintaan udang vaname dari Sulawesi Selatan dan kebutuhan 120 ton ikan nila per bulan untuk industri smelter di Morowali, Sulawesi Tengah, dipasok dari Sulbar.
"Ini baru satu kabupaten. Bayangkan jika semua kawasan industri melakukan hal serupa, kita tak akan kekurangan pasar," tegas Suyuti.
Ia menekankan pentingnya hilirisasi kuat dan distribusi efisien antardaerah, ketimbang mengandalkan pasar ekspor yang fluktuatif.
"Kita tak boleh terjebak ilusi ekspor sebagai satu-satunya solusi. Kekuatan konsumsi dan produksi dalam negeri harus jadi tulang punggung ketahanan pangan," pungkasnya.
Dengan sumber daya melimpah dan pasar domestik yang terus tumbuh, Sulbar siap menjadi pilar utama kedaulatan pangan laut Indonesia di tengah dinamika global.(*/Rigo Pramana)